about me

Foto saya
tak akan ada perubahan, tanpa dimulai dari dirimu sendiri

Selasa, 21 Desember 2010

Kompensasi kerugian dalam Pajak


Apa yang dimaksud dengan kompensasi kerugian dan bagaimana contoh penghitungannya?
 
Kompensasi Kerugian dan Contoh Penghitungannya :
Sisa kerugian fiskal dalam mata uang Rupiah dari tahun-tahun sebelumnya yang dapat dikompensasikan ke Tahun Pajak dimulainya pembukuan dalam bahasa Inggris dan mata uang Dollar Amerika Serikat, dikonversi ke dalam mata uang Dollar Amerika Serikat dengan menggunakan kurs yang ditetapkan dalam Keputusan Menteri Keuangan yang berlaku pada akhir tahun buku pada saat kerugian fiskal tersebut terjadi.
Contoh :
Misalnya, SPT Tahunan PT Alfa 1997, 1998, dan 1999 adalah sebagai berikut:

Rugi Fiskal tahun 1997
Rp
(10.000.000)

Laba Fiskal 1998
Rp
5.000.000

Rugi Fiskal 1999
Rp
( 8.000.000)

Kurs KMK 31-12-97
Rp
10.000 / USD

Kurs KMK 31-12-99
Rp
8.000 / USD
Kerugian Fiskal yang dapat dikompensasikan di tahun 2000 adalah :
Sisa Rugi Fiskal 1997
= Rp 5.000.000 : 10.000 = US $ 500
Rugi Fiskal 1999
= Rp 8.000.000 : 8.000 = US $ 1.000

A. Latar Belakang Koreksi Fiskal :
-
Sehubungan dengan adanya perbedaan antara laba (rugi) menurut perhitungan akuntansi komersial dengan akuntansi fiskal ( berdasarkan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1994 jo Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000 ), maka sebelum menghitung Pajak Penghasilan yang terutang, terlebih dahulu laba/rugi komersial tersebut harus dilakukan koreksi-koreksi fiskal sesuai dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000.
-
Dengan demikian, untuk keperluan perpajakan wajib pajak tidak perlu membuat pembukuan ganda, melainkan cukup membuat satu pembukuan berdasarkan Standar Akuntansi Keuangan (SAK), dan pada waktu mengisi SPT Tahunan PPh terlebih dahulu harus dilakukan koreksi-koreksi fiskal.
-
Koreksi fiskal tersebut dilakukan baik terhadap penghasilan maupun terhadap biaya-biaya (pengurang penghasilan bruto).
B. Jenis-Jenis Koreksi Fiskal :
Jenis koreksi fiskal di sini merupakan jenis-jenis perbedaan antara akuntansi komersial dengan ketentuan fiskal (UU Nomor 10 TAHUN 1994 jo UU Nomor 17 Tahun 2000), yaitu terdiri dari :
1. Beda Tetap :
-
Menurut akuntansi komersial merupakan penghasilan sedangkan menurut ketentuan PPh bukan penghasilan. Misalnya dividen yang diterima oleh Perseroan Terbatas sebagai wajib pajak dalam negeri dari penyertaan modal sebesar 25% atau lebih pada badan usaha yang didirikan dan berkedudukan di Indonesia.
-
Menurut akuntansi komersial merupakan penghasilan, sedangkan menurut ketentuan PPh telah dikenakan PPh yang bersifat final. Penghasilan ini dikenakan pajak tersendiri (final) sehingga dipisahkan (tidak perlu digabung) dengan penghasilan lainnya dalam menghitung PPh yang terutang. Misalnya : penghasilan atas bunga deposito atau tabungan lainnya yang telah dipotong PPh Final oleh Bank sebesar 20%.
-
Menurut akuntansi komersial merupakan beban (biaya) sedangkan menurut ketentuan PPh tidak dapat dibebankan (Pasal 9 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000 ), misalnya ;
-
Biaya-biaya yang digunakan untuk memperoleh penghasilan yang bukan obyek pajak atau pengenaan pajaknya bersifat final.
-
Penggantian/imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diberikan dalam bentuk natura atau kenikmatan.
-
Sanksi perpajakan berupa bunga, denda, dan kenaikan.
-
Biaya-biaya yang menurut ketentuan PPh tidak dapat dibebankan karena tidak memenuhi syarat-syarat tertentu (misalnya ; daftar nominatif biaya entertainment, daftar nominatif atas peghapusan piutang).
2. Beda Waktu :
Beda waktu merupakan perbedaan metode yang digunakan antara akuntansi komersial dengan ketentuan fiskal, misalnya ;
-
Metode penyusutan
-
Metode penilaian persediaan
-
Penyisihan piutang tak tertagih
-
Rugi-laba selisih kurs
-
Dan sebagainya.